2.1 Sejarah Kelahiran PGRI pada zaman kemerdekaan
Sebelum pecah perang dunia kedua ketika Indonesia berada dalam kekuasaaan Pemerintah Kolonial Belanda berbagai macam organisasi guru berdiri. Kehidupan organisasi guru tersebut diwarnai dengan berbagai macam pengaruh dari luar, baik yang bersifat kebijaksanaan pemerintahan kolonial maupun kondisi masyarakat waktu itu Oraganisasi guru yang lahir waktu itu diwarnai, antara lain oleh hal-hal berikut :
Kesadaran korps dengan segala aspek-aspeknya.
Kebangkitan Nasional yang menggandrungi kemerdekaan bangsa yang disadari keharusan adanya persatuan bangsa akan tetapi belum dapat menemukan bentuk wadahnya yang cocok.
Politik devide et impera oleh pemerintah kolonial.
Kesadaran nasional, kesadaran kan persatuan dan kesadarankorps profesi guru sudah lahir pada guru sebelum perang. Anggota Budi Oetomo waktu itu kebanyakan dan lahir dari lingkungan guru-guru. Logis memang hal ini tidak lepas karena di negara terbelakang dan atau jajahan manapun di masa lalu warga masyarakat umum yang dianggap terdidik adalah orang-orang terdidik atau bersekolah sesuai dengan keperluan untuk dijadikan aparat pemerintahan kolonial dan yang keduanya adalah guru-guru. Rakyat umum cukup hanya bias baca tulis saja.
Pada tahun 1912 berdirilah suatu organisaasi guru yang besifat uni, yaitu PGHB (Persatuan Guru Hindia Belanda) yang keanggotaannya meliputi guru-guru tanpa memandang ijazah, status, tempat kerja, keyakinan agama, dan lain-lain. Salah satu kegiatan PGHB yang menonjol di bidang sosial adalah didirikannya perseroan asuransi “Bumi Putra” langsung di bawah pimpinan PGHB. Ketua Pengurus Besar PGHB pertama dan pendiri perseroan asuransi “Bumi Putra” tersebut adalah Sdr. Karta Hadi Soebroto. Perseroan tersebut akhirnya berdiri sendiri lepas dari kaitan gerakan kaum guru.
Sungguh menyedihkan bahwa dari kelahiran persatuan yang bulat itu akhirnya harus mengalami masa perpecahan dalam bentuk organisasi-organisasi yang berdasarkan ijazah, lapangan kerja, dan lain-lain.
Mulai tahun 1919-an lahir berbagai organisasi guru, yaitu :
PGB (Persatuan Guru Bantu)
PNB (Perserikatan Normal School)
KSB (Kweek School Band)
SOB (School Opziener Bond)
PGD (Persatuan Guru Desa)
VOB (Vaks Onderwijzer Bond)
PGAS (Persatuan Guru Ambacht School)
HKSB (Hoogere Kweek School Bond)
NIOG (Netherlands Indische Onderwijzer Genootschap)
OVO (Onderwijzer Vaks Organisative/lulusan HIK)
COV (Christelijke Onderwijzer Vereeniging)
KOB (Katholieke Onderwijzer Bond)
COB (Chinese Onderwijzer Bond)
Vereeniging van leeraen voor het Middelbaaronderwijs, dan sebagainya.
Usaha-usaha untuk mengatasi keadaan organisasi yang sudah berkelompok-kelompok ini dalam bentuk federasi, termasuk mengaktifakn terus PGHB yang pada tahun 1932 diganti PGI (Persatuan Guru Indonesia) ternyata tidk berhasil menolong keadaan secara efektif.
Pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, praktis tidak ada satupun organisasi masyarakat yang tampil kecuali organissasi bentukan Jepang. Di Jakarta, antara lain ada satu bentuk perserikatan guru dengannama “Guru” dipimpib oleh Sdr. Amin Singgih didampingi oleh beberapa orang Kepala Sekolah yaitu Saudara-saudara Adam Bachtiar, Soebroto, Ny. Woworuntu, Dan lain-lain tapi tidak terbentuk organisasi yang jelas.
Guru-guru dan tokoh-tokoh aktivis organisasi di lingkungan kegururan lebih banyak mengambil kesempatan bergerak sebagai pemimpin organisasi PETA, Keibodan, Seinendan, Fujinkai, (bagi guru wanita) dan sebagainya yang kesemuanya itu akhirnya berhikmah menjadi sarana mempercepat proses pertumbuhan kesadaran nasional, pembentukan rasa kesatuan bangsa dan rasa lebuh gandrung akan Kemerdekaan Tanah Air dan Bangsa secepat-cepatnya.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, oleh Bung Karno dan Bung Hatrta atas nama Bangsa Indonesia merombak perikehidupan masyarakat bangsa dalam berbagai bidang kehidupan. Selanjtnya, hidup sebagai bangsa yang dijajah menjadi negara yang merdeka, berdiri sendiri, bertanggung jawab mengurus rumah tangganya sendiri di antara kehidupan bangsa-bangsa dunia.
Tantangan yang pertama dikhadapi adalah merebut kekuasaan pemerintah dari tangan tentara pendudukan Jepang dan mempertahankan/menegakkan kemerdekaan dari serangan tentara kolonial Belanda dengan perlindungan tentara Sekutu yang berusaha ingin kemballi berkuasa di bumi nusantara. Disamping itu, kita juga harus menyususn dan menata kehidupan berpemerintahan dan bernegara sebagaimana layaknya suatu bangsa yang merdeka. Dalam suasana yang masih banyak diwarnai oleh trauma menjadi bangsa yang terjajah, gelora revolusi merebut dan memepertahankan kemerdekaan berkobar dimana-mana dalam setiap dada rakyat Indonesia.
Negara Republik Indonesia sudah merdeka yang diproklamsikan oleh Nung Karno dan Bung Hatta mewakili bangsa Indonesia merombak perikehidupan bangsa Indonesia . Bangsa kita hidup dari penjajahan kolonial Belanda, sekarang menjadi bangsa yang merdeka, berdiri sendiri bertanggung jawab dan berumah tangga sendiri.
Setelah pengumuman kemerdekaan RI masih ada tantangan dari penjajah Jepang dan kolonial Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Melalui pertempuran di Surabaya dengan sekutu, NICA_Belanda ingin membonceng tentara sekutu Inggris. Perang kemerdekaan RI, kegiatan yang bersifat nasional, regional, ataupun lokal, tetapi tujuannya tetap satu demi tegaknya kemerdekaan Negara Republik Indonesia.
Di saat memuncak Gelora Revolusi, maka pada tanggal 23 November sampai dengan 25 November 1945 dibukalah Kongres PGRI pertama di Surakarta. Tempat pembukaannya adalah di Gedung Sana Harsana (Pasar Pon) dan tempat kongresnya di Gedung Van Deventer School, sekarang ditempati SMP Negeri 3 Surakarta. Pada waktu kongres mendapat sambutan miltraliyur Belanda dari kapal udara yang mengadakan operasi militernya dengan sasaran gedung RRI Surakarta. Organisasi PGRI yang baru lahir itu bersifat : 1) unitaristis, 2) independen, 3)non partai politik serta keanggotaannya tanpa pandang perbedaan ijasah, status, tempat kerja, jenis kelamin, dan keyakinan agama dan lain sebagainya.
Kehadiran PGRI sebagi wadah dan sarana PGRI yang sedang berevolusi Kemerdekaan, merupakan manifestasi akan keinsyafan dan rasa tangggung jawab kaum guru Indonesia dalam memenuhi kewajiban akan pengabdiannya serta partisispasinya kepada perjuangan menegakkan untuk mengisi kemerdekaan Republik Indonesia.
Guru-guru sadar kan tugasnya, bahwa pendidikan adalah sarana utama dalam pembangunan bangsa dan negara, mereka melaksanakan dwifunsi dalam baktinya yaitu : di garis belakang mendidik dan mengajar di sekolah-sekolah biasa, sekolah peralihan, sekolah pengungsian. Disampingnya kerja sama dengan para bapak/ibu mendirikan dapur umum dan mempersiapkan makanan tahan lama untuk para pejuang di garis depan. Kecuali itu mereka menjadi pemimpin /komandan barisan tentara : BKR, TKR, TRI/TNI, BARA, API, BBRI, Hizbullah, Sabilillah, Laskar Rakyat, LASWI, KRIS, PMIU dan para pejuang lainnya.
Jika kita meneliti dalam mukadimah AD/ART PGRI dan meneliti kehidupannya organisasi, sejak kelahirannya sampai sekarang dapat disimpulkan sebagai berikut :
PGRI lahir karena hikamah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17Agustus 1945, merupakan manifestasi aspirasi kaum guru Indonesia, untuk mengambil bagian dan bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesinya sebagai pendidik bangsa demi tercapainya cita-cita kemerdekan.
PGRI mempunyai commited kepada NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
PGRI berbatang tubuh suatu organisasi berlandaskan proklamasi. Suatu organisasi pemersatu kaum guru bersifat : 1) unitaristis, 2) independen, 3) non partai politik. Juga merupakan sarana, wahana, usaha kepentingan kaum guru, bagi pengembangan profesinya, pendidikan pada umumnya serta pengembanagan kepada tanah air dan bangsa.
PGRI adalah suatu organisasi profesi guru yang lahir dan mewariskan jiwa, semanagat, dan nilai-nilai 1945 secara teru-menerus kepada setiap generasi bangsa Indonesia.
Susunan pengurus Besar PGRI hasil Kongres I 25 November 1945
PGRI merupoakan usul persembahan dari rekan-rekan yang tergabung dalam organisasi Persatuan Guru Seluruh Priangan (PGSP), delegasinya Sdr. A. Zahri (almarhum sekjen PB-PGRI). Susunan PB PGRI hasil Kongres I ialah
Ketua I : Amin Singgih
Ketua II : Rh. KOesnan
Ketua III : Soemitro
Penulis I : Djajeng Soegianto
Penulis II : Ali Marsaban
Bendahara I : Soemidi Adisasmito
Bendahara II : Marto Soedigdo
Anggota : Siti Wahyunah
Anggota : Siswo Widjojo
Anggota : Parmoedjo
Anggota : Siswowardjojo
Beberapa bulan kemudian terjadilah pengunduran diri ketua I, karena ia diangkat menjadi Bupati Pamongpraja Mangkunegaraan Surakarta sehingga terpaksa diadakan susunan Pengurus Besar PGRI, formasinya :
Ketua I : : Rh. Koesnan
Penulis I : Sastrosoemarto
Penulis II : Kadjat Martosoebroto
Bendahara I : Soemidi Adisasmito
Bendahara II : Marto Soedigdo
Anggota : Djajeng Soegianto
Anggota : Siswo Widjojo
Anggota : BAroja
Anggota : Siswowardjojo
Anggota : Ny. Noerhalmi
Anggota : Soespandi Atmowirogo
(PGRI Dari Masa Ke Masa 1989 : 42-44)
2.2 Perjuangan Organisasi PGRI
2.2.1 Partsipasi PGRI dalam Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan
2.2.2 Peranserta PGRI dalam Mewujudkan Pendidikan Nasional
PGRI Pelopor dalam Mencerdaskan Kehidupan Bangsa
Sebagai organisasi yang cita-cita perjuangannya sejajar dengan cita-cita bangsa Indonesia maka tantangan dan hambatan PGRI seirama dengan arus perjuangan bangsa Indonesia saat ini. Setelah Kongres 1 PGRI mulai menyusun dan mengembangkan organisasinya ke seluruh pelosok tanah air.
Adapun tuntutan kongres terhadap pemerintah antara lain :
Sistem pendidikan agar dilakukan atas dasar kepentingan Nasional.
Gaji guru tidak terbatas satu kolom.
Diadakannya Undang-Undang Pokok Pendidikan dan Undang-Undang Pokok Perburuhan.
Keputusan Kongres PGRI II adalah wujud dari tanggung jawab nasional PGRI dalam upaya memperbaiki sistem pendidikan kolonial ke arah sistem pendidikan nadional.
Kongres III menegaskan garis perjuangan PGRI yang secara jelas dcantumkan dalam asas dan tujuan PGRI serta menjadi identitasnya . Garis perjuangan tersebut merupakan haluan bagi PGRI dan menjadi pedoman bagi organisai serta anggotanya dalam mewujudkan cita-cita. Sikap dan pola pikir , jiwa, dan semangat bangsa Indonesia dalam perjuangan merebut, memperjuangkan, dan mengisi kemerdekaan melalui berbagai forum organisasi PGRI dirumuskan kemudian diputuska menjadi ”Jati Diri PGRI”.
Jati Diri PGRI menjadi identitas dan kepribadian organisasi PGRI diwujudkan dalam sikap perilaku anggotanya antara lain :
Sikap nasionalisme
Persatuan dan Kesatuan
Demokrasi
Kekeluargaan
Disiplin
Tak kenal menyerah
Nama PGRI mulai dikenal di luar negeri terbukti hubungan NEA (National Education Accociation) mengundang PGRI untuk meninjau pendidikan di USA selama 8 bulan. WCOTP mengundang PGRI untuk mengikuti Kongres WCOTP di London ( juni 1948 ).
PGRI sebagai Pelopor Mengubah Sistem Pendidikan Kolonial menjadi Sistem Pendidikan Nasional
Sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sampai dengan Oktober 1946 Kementrian Pengajaran tidak bernahkoda. Perjuangan PGRI menjadikan berlakunya Pendidikan Nasional terus berlangsung.Melalui pemikiran tokoh-tokoh PGRI dalam pertemuan dengan pemerintah antara lain : H.Basyuni Suryamiharja, Drs.Gazali Dunia, Prof.Dr.Winarno Surahmat, Dra. Mien,Warmaen, Ki Suratman, Dr.Anwar Yasin.M.Ed.
Dalam Kongres PGRI XIV,lahirlah Keputusan Nomor 001/KPTS/XIV/1978 tentang usaha meningkatkan satu sistem pendidikan nasional yang mantap dan terpadu.
Akhirnya melalui perjuangan panjang pada tahun 1989 Pemerintah dengan persetujuan DPR RI menetapkan Undang-Undang Ri Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mulai diundangkan pada tanggal 27 Maret 1989.
2.2.3 Perjuangan PGRI dalam Mempersatukan Guru Republik Indonesia
Kongres PGRI IV di Yogyakarta
PGRI sebagai Organisasi Perjuangan
Sebagai organisasi pejuang dan organisasi profesi PGRI yang dilahirkan dalam kancah perjuangan fisik menentang melawan penjajah Belanda memiliki sifat dan semangat yang diwarisi semangat Proklamasi 17 Agustus 1945.
Pada tanggal 26-28 Februari 1950 dilaksanakan Kongres PGRI IV di Yogyakarta (sebagai ibu kota RI sementara) dan Mr.Asaat ditunjuk sebagai pemangku jabatan Republik RI. Berikut sambutannya :
Persatukanlah, asilah dan sempurnakan makna ikrar resmi berdirinya NKRI
Memuji PGRI karena merupakan pencerminan semagat juang para guru sebagai pendidik rakyat dan pendidik bangsa..
Menganjurkan agar PGRI sesuai dengan tekad da kehendak para pendirinya.
Suasana Kongres PGRI IV
Tekad dan semangat juang yang menggelora , rasa persatuan dan kesatuan yang kokoh mewarnai suasana Kongres PGRI IV.Mereka datang dengan tekad bulat untuk mempertsatukan diri bernaung di bawah panji-panji PGRI.Sejarah perjuangan Indonesia berdasarkan perjanjian Linggarjati pada tanggal 23 Maret 1947 secara de facto diwilayah RI meliputi Sumatra, Jawa dan Madura.Kemudian muncul perjanjian Renville pada 17 Januari 1948 wilayah RI menjadi semakin sempit.
Pengakuan RIS oleh Belanda dan Pengaruhnya dalam kongres PGRI IV pada 27 Desember 1949.
Keputusan penting yang dikeluarkan dalm kongres PGRI IV
Mempersatukan seluruh guru di tanah air Indonesia dalam satu wadah organisasi guru yaitu PGRI.
Susunan Pengurus Besar PGRI Hasil Kongres PGRI IV
Ketua I : RH.Koesnan
Ketua II : Soejono
Ketua III : Soejono Kromodimulyo
Sekjen I : Soekarno
Sekjen II : Mochamad Hidayat
Bendehara I : Soetinah
Bendahara II : Soetedjo
Ketua Perburuhan : ME.Soebiadianata
Wakil Perburuhan : Soeparmo
Ketua Pendididikan : Soedarsono
Wakil Pendidikan : F.Wanchendorff
Kongres PGRI V di Bandung
Usaha mempersatukan guru yang bersikap Cooperator dan Non cooperator.
Masalah yang timbul mengenai penyesuaian gaji pegawai dan penghargaan kepada golongan non cooperator yang dengan tegas menentang Belanda saat perang.Adapun usaha yang dilakukan antara lain :
Menyelesaikan pelaksanaan penyesuaian gaji pegawai berdasarkan PP yang ditetapkan.
Menyelesaikan upaya pemberian penghargaan kepada kepada golongan Cooperator dan Non Cooperator
Mendesak Pemerintah agar menyusun peraturan gaji baru
Konsolidasi organisasi dan hasil yang dicapai
Upaya yang dilakukan adalah :
47 cabang PGRI di sulawesi dan Kalimantan masuk ke dalam barisan PGRI
Ada 2500 guru yang berrsedia digaji berbeda menurut ketentuan Swapraja/Swatantra tertolong dsan akhirnya digaji secara sama dan seragam dari pusat.
Pada bulan April 1951 tuntutan PGRI kepada Pemerintah tentang honor kenaikan dikabulkan.
Mulai dilakukan konferensi daerah secara teratur
Kongres PGRI IV mengandung momentum penting yaitu :
Menyambut lustrum PGRI
Wujud rasa syukur dan suka cita yang mendalam karena SGI/PGI (Serikat Guru Indonesia/Persatuan Guru Indonesia) meleburkan diri ke dalam PGRI
Lahirnya Organisasi-Organisasi yang Berasaskan Ideologi, Agama, dan Kekaryaan
1. Gejala Separatisme
Politik devide et impera yangdiciptakan oleh penjajah Belanda untuk memecah belah bangsa Indonesia. Oleh karena itu untuk menampung aspirasi rakyat Indonesia ada kasak kusuk akan didirikan organisasi yaitu :
Ikatan PS/PSK Ikatan Direktur SMP/SMA
Ikatan guru CVO/OVO
Mendirikan IGN, IGM, PGII
Usaha-usaha PGRI menghadapi Separatisme
Upaya yang dilakukan adalah :
PB PGRI lebih meningkatkan konsolidasi organisasi ke cabang daerah.
Membangkitkan kembali rasa persatuan dan kesatuan, jiwa semangat juang ’45, melalui berbagai kegiatan.
Menjelaskan hasil-hasil perjuangan PGRI. Hasil yang dicapai antara lain :
Keberhasilan PGRI dalam menyelesaikan PS/PSK yaitu berhasil mengecilkan wilayah PS/PSK menerima uang jalan tetap dan kedudukannya dalam PGP baru yang lebih baik.
Pengurangan maksimum jam mengajar dalam seminggu dan perbaikan honorarium.
Perbaikan nasib rekan-rekan guru yang berijazah CVO/DVO.
Asas yang Diterapkan dalam Organisasi PGRI
Penerapan asas unitaristik
PGRI menerapkan asas unitaristik sebagai asa perjuangannya. Dengan asas ini PGRI berupaya menghilangkan perbedaan , PGRI tidak mengenal perbedaan agama, ras,suku, bangsa, pendidikan, ijazah, jenis kelamin dan sebagainya.
Penerapan asas Independen
PGRI merupakan organisasi mandiri. Asas ini memotivasi untuk mampu berdiri di atas kaki sendiri penuh percaya diri, bebas ketergantungan dari pihak lain.
Penerapan asas non partai politik
PGRI merupakan organisasi non politik yang tidak terikat pada salah satu kekuatan sosial politik yang ada pada PGRI memberikan kebebasan pada anggotanyadalam menyalurkan aspirasinya.
2.2.4 Usaha PGRI dalam Meningkatkan Profesionalitas Guru
2.2.5 Perjuangan PGRI dalam menumpas pemberontakan G 30 S PKI
2.2.6 Perjuangan PGRI dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan Bangsa dan Pembangunan Nasional
PGRI Dalam Penyusunan Konsep Sistem Pendidikan Nasional
Pengabdian di bidang pendidikan
Seperti yang tersurat dalam Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat, ada bagian kalimat “mencerdaskan kehidupan bangsa”, PGRI sangat peduli dan selalu berperan aktif untuk mewujudkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945.
Oleh karena itu, guru Indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya, sebagai guru dengan mempedomi kode etik guru Indonesia sebagai berikut :
Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar (PBM).
Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
Guru memelihara hubungan profesi semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan social.
Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi, sebagai sarana perjuangan pengabdian.
Guru melaksanakan segala kebjaksanan pemerintah dalam bidang pendidikan.
PGRI dalam upaya menyusun konsep pendidikan nasional
Melalui kongres PGRI XIV telah melahirkan beberapa keputusan, diantanya keputusan No. 001/KPTS/KGR/XIV/979 tentang : “Usaha Meningkatkan Satu Sistem Pendidikan Nasional yang Mantap dan Terpadu” selain itu disampaikan pula pernyataan tentang “Pembaharuan Sistem Pendidikan Nasional”.
PGRI Membangun Lembaga-Lembaga Pendidikan yang Bernaung di Bawah YPLP-PGRI
Latar Belakang berdirinya YPLP-PGRI
Kongres PGRI XIII bulan Nopember 1973. PGRI menegaskan menjadi organisasi profesi. Setelah keluarnya keputusan kongres PGRI XIV tanggal 9 Juni 1979 , bahwa pembinaan lembaga pendidikan PGRI agar secara nasional terkendali, organisasi dan konsepsional, maka sudah waktunya PGRI secara nasional, untuk melaksanakan pembinaan lembaga-lembaga pendidikan PGRI, sehingga struktur dan pola pembinaan serta pelaksanaannya terarah dan bersifat menyeluruh. Untuk melaksanakan keputusan tersebut PB PGRI membentuk Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan di singkat YPLP – PGRI dengan akte notaris Mohammad Ali No. 21 tanggal 31 Maret 1980. Pembentukan yayasan serta perekrutan pengurusnya dikukuhkan dengan surat keputusan PB PGRI tanggal 10 Oktober 1980 No:951/SK/SK/PB/XIV/1980.
Kemudian YPLP-PGRI mengadakan Mukernas I YPLP-PGRI di Jakarta tanggal 8-20 Mei 981. Mukernas tersebut menghasilkan keputusan diantaranya:
Penyeragaman nama yayasan menjadi yayasan Pembina lembaga Pendidikan PGRI (YPLP-PGRI)
Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga YPLP-PGRI
Pedoman pembinaan lembaga pendidikan yang bersifat nasional
2. Dasar didirikannya YPLP-PGRI
Anggaran Dasar (lama) PGRI Bab III Pasal 3, berbunyi:
Mencapai cita-cita Proklamasi kemerdekaan Negara Republik Indonesia 17 Agustus 1945, sebagaimana terkandung dalam pembukaan UUD 945.
Mempertinggi kesadaran sikap, mutu dan kegiatan profesi guru serta melindungi hak-hak profesionalnya guna mewujudan tujuan pendidikan pada umumnya seperti dimaksud dalam GBHN.
Secara aktif turut menyukseskan pembangunan nasional khususnya dalam bidang pendidikan dan kebudayaan dengan jalan membantu pemikiran dan pelaksanaan program-program pendidikan dan kebudayaan yang menjadi garis kebijaksanaan pemerintah.
GBHN bidang pendidikan
Keputusan kongres PGRI XIV Jun 1979 bahwa pembinaan lembaga pendidikan PGRI secara nasional terkendali, organisatoris dan konsepsional. Oleh karena itu, sudah waktunya PGRI secara nasional menumpahkan perhatian untuk melaksanakan pembinaan lembaga-lembaga pendidikan PGRI, sehigga struktur dan pola pembinaan serta pelaksanaannya terarah dan bersifat menyeluruh.
Hubungan YPLP-PGRI dengan lembaga pendidikan PGRI
PGRI lahir 100 hari setelah Proklamasi kemerdekaan RI adalah suatu organisasi perjuangan. Oleh karena itu maka identitas lembaga pendidikan PGRI hendaknya tidak menyimpang dari misi dan identitas organisasi induknya, yaitu:
Bersifat nasional dan dikelola secara professional oleh Persatuan Guru Republik Indonesia.
Sebagai lembaga pelestarian, penghayatan dan pengamalan jiwa semangat, dan nilai-nilai 1945 kepada generasi penerus, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta ketrampilan yang bermanfaat bagi pembangunan melalui sistem pendidikan nasional berdasrkan Pancasila.
Dalam setiap langkah senantiasa berorientasi pada upaya penghayatan dan pengamalan Pancasila dan UUD 1945 serta perwujudan cita-cita Proklamasi kemerdekan 17 Agustus 1945.
Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada semua lembaga pendidikan PGRI maka ditempuh upaya pembinaan dengan sasaran :
Peningkatan kemampuan guru/dosen
Perbaikan sistem pengelolaan termasuk kerjasama dengan semua pihak yang terkait dengan pendidikan
Perbaikan sistem instruksional
Perbaikan sarana parasana
Perbaikan kesejahteraan guru/dosen
Perbaikan pengelolaan dan pembinaan lembaga-lembaga pendidikan PGRI harus mengikuti prinsip-prinsip sebagai berikut:
Prinsip nasional tiak sektarian
Prinsip manfaat
Prinsip kemitraan dengan masyarakat dan pemerintah
Prinsip efisiensi dan efektifitas
Prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi
Prinsip tutwuri handayani
Uraian penjelasan lambing dan panji logo YPLP-PGRI
Bentuk
Sayap kiri kanan masing-masing terdiri dari 5 helai buku berwarna kuning. Melambangkan cita-cita setinggi angkasa di bidang pendidikan dengan dasar Pancasila, membawa tunas muda harapan bangsa ke masa cerah dan gemilang.
Lukisan, corak, dan warna
Pada bulu bagian bawah berwarna putih dengan lukisan PGRI berwarna merah, melambangkan pengabdian yang dilandasi kesucian, cinta kasih kemurnian dan keberanian bagi kepentingan rakyat.
Suluh berdiri tegak bercorak garis tegak dan datar berwarna kuning dengan nyala 5 sinar api warna merah, melambangkan :
2.1. Suluh dengan 4 garis tegak dan datar warna
Warna kuning berarti fungsi guru ( pra sekolah SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi) dengan hakekat tugas pengabdianya sebagai pendidik yang besar dan uhur.
2.2. Nyala api dengan lima sinar warna merah
Arti ideolodis : Pancasila
Arti teknik : sasaran budi, cipta, rasa karsa dan karya generasi
2.3. Empat buku mengapit suluh dengan posisi 2 datar dan 2 tegak ( simetris) denganwarna corak putih melambangkan:
Sumber ilmu yang menyangkut nilai-nilai moral pengetahuan, ketrampilan dan akhlak bagi tingkatan lembaga-lembaga pendidikan pra dasar, dasar, menengah dan tinggi.
2.4. Warna dasar tengah hjau, melambangkan kemakmuran generasi.
2.5. Pita putih bertuliskan yayasan Pembina lembaga pendidikan sebagai penyangga sayap, melambangkan ikatan yang kokoh kuat guru seluruh Indonesia di dalam mengejar cita-citanya.
Arti keseluruhan
Yayasan Pembina Lembaga Pendidikan PGRI dengan itikad dan kesadaran pengabdian yang suci murni dengan segala keberanian, keseluruhan jiwa dan cinta kasih senantiasa menumpahkan darma baktinya terhadap Negara, tanah air dan bangsa Indonesia dalam mendidik budi, cipta, rasa, karsa karya generasi bangsa menjadi manusia Pancasila yang memiliki moral pengetahuan, ketrampilan dan akhlak yang tinggi.
Penggunaan
Sebagai lambing lencana
Sebagai panji
2.1. Panji resmi
Bentuk dan berukuran bendera (panjang lebar 3:2) warna dasar putih polos, lambing di tengah dengan ukuran perbandingan lambing dan latar yang sesuai ( harmonis )
2.2. Panji-panji biasa
Berbentuk dan berukuran bendera dengan pilihan warna bebas asal polos.
2.3. Dipasangkan mendampingi bendera PGRI dalam uapcara-upacara/ pertemuan-pertemuan organisasi atau pertemuan-pertemuan lainnya yang diselenggarakan oleh organisasi.
Digunakan sebagai stempel pengurus pusat, daerah dan lembaga pendidikan PGRI.
2.2.7 Perjuangan PGRI pada Era Reformasi
Pengertian Reformasi
Menurut etimologi bahasa, kata reformasi berasal dari bahasa Inggris, “Re” artinya kembali dan kata “Formation” atau “Form” artinya bentuk. Jadi reformasi membentuk kembali memperbaharui atau menata ulang.
Memperbaharui adala upaya perubahan yang bersifat menata kembali suatu sistem (tatana) yang sudah ada yang kurang atau tidak baik dengan suatu sistem baru dengan cara dan untuk mencapai tujuan yang lebih baik.
PGRI Pada Era Reformasi
Kongres PGRI XVIII di Bandung
Kongres PGRI XVIII diselenggarakan pada tanggal 25- 28 Nopember 1998 di Lembang Bandung dengan tema “Reformasi Pendidikan dan PGRI dalam Memasuki Era Baru Abad 21”. Berbeda dengan kongres-kongrs sebelumnya, kongres PGRI XVIII mempunyai cirri khusus: berlangsungnya dalam suasana gegap gempitanya semangat reformasi.
Berdasarkan AD/ART PGRI, kongres adalah forum tertingggi organisasi dan pemegang kedaulatan anggota dengan semangat reformasi kali ini dipercepat 8 bulan dari waktu seharusnya. Fungsi dan tugas kongres adalah mengevaluasi laporan pertanggungjawaban Pengurus Besar (PB), menyempurnakan AD/ART, menetapkan program umum organisasi, dan memilih PB yang baru.
Hal-hal yang muncul dan berkembang dalam kongres PGRI XVIII
Seluruh aktifitas selama kongres berlangsung dapat direkam berbagai hal yang muncul dan berkembang antara lain sebagai berikut:
Kongres PGRI XVIII merupakan kongres terakhir di penghujung abad XX yang penuh keprihatinan dan ketidakpastian. Krisis ekonomi, krisis politik dan krisis kepercayaan yang mengakibatkan jatuhnya pemerintahan orde baru.
Kongres PGRI XVIII menyepakati visi dan misi bersama, dengan mengadakan reformasi diri baik secara kelembagaan, wawasan maupun tujuan. Guru di masa depan adalah bagian dari masyarakat madani yang memiliki martabat, harkat dan status sosial yang memadai serta mempunyai kemampuan dalam melaksanakan tugasnya.
Dalam sejarah PGRI sesudah 53 tahun berkiprah ada satu hal yang menarik dari peristiwa sejarah itu. Kongres PGRI XVIII memutuskan PGRI kembali ke jati dirinya semula yaitu sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi dan organisasi ketenagakerjaan. Adapun sifat PGRI adalah unitaristik, independent, dan tidak berpolitik praktis.
Pemilihan PB masa bakti XVIII merupakan klimaks
Pemilihan dilaksanakan dengan pemungutan suara (voting) secara bebas, langsung dan rahasia mengingat jumlah suara begitu besar (741) suara untuk memudahkan dari 27 propinsi dibagi 4 kelompok, masing-masing tempat pemungutan suara (TPS).
Menetapkan PGRI Sebagai Organisasi Perjuangan dalam Memasuki Era Baru Awal Abad XXI
Visi dan Misi PGRI
Visi PGRI
Berdasarkan kondisi dan tantangan masa depan yang harus dihadapi serta tujuan dan cita-cita perjuangan organissi maka PGRI harus menjadi organisasi guru yang kuat, berwibawa, terpercaya, solid. Professional, mempunyai peran penting dalam pengambilan kebijaksanaan pembangunan pendidikan, pengembangan keguruan dan ilmu pendidikan di Indonesia.
PGRI berkewajiban membina dan meningkatkan kemampuan profesionalisme anggotanya agar menjadi tenaga kependidikan yang memiliki profesionalitas yang tinggi, demokratis, memperoleh kehormatan dan penghargaan sesuai harkat martabatnya, sejahtera lahir batin, bertanggung jawab, bermoral, berdedikasi tinggi terhadap profesinya serta berperan aktif dalam menggalang persatuan dan kerjasama guru dan organisasi guru baik kawasan regional maupun global.
Misi PGRI
1. Menjaga, mempertahankan dan meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa, membela dan mempertahankan NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 serta mewujudkan cita-cita Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945.
Menyukseskan pembangunan nasional khusunya pembangunan pendidikan dan kebudayaan yang berlandaskan pada asas demokrasi keterbukaan, pengakuan dan penghormatan atas hak asasi manusia memotivasi untuk mampu berdiri diatas kaki sendiri, penuh percaya diri, bebas dari sifat ketergantungan pada siapa pun juga.
Non politik
Sebagai organisasi PGRI terikat atau meningkatkan diri pada salah satu kekuatan sosial politik maupun PGTI memberikan kebebasan kepada individu anggotanya untuk menyalurkan aspirasi politiknya tanpa meninggalkan asas dan jati dri PGRI.
Kejuangan
PGRI sebagai organisasi perjuangan mengemban amanat cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dilandasi jiwa, semangat, menegakkan nilai-nilai 945 dengan penuh rasa tanggung jawab, menegakkan dan melaksanakan secara aktif hakekat dan perwujudan cita-cita nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 945
Manfaat
PGRI berusaha memeberikan manfaat yang sebesar-besarnya baik bagi organisasi maupum masyarakat tanpa harus merugikan dan mengganggu hak dan kepentingan orang lain.
Kebersamaan dan kekeluargaan
Asas kebersamaan menimbulkan sikap saling menghargai, saling memahami, saling asih, saling asah, dan saling asuh. Asas kekeluargaan memberikan pedoman agar saling menghormati dan saling tenggang rasa, yang muda menghormati yang tua, yang tua menjadi teladan yang muda, konsekuen, menegakkan moral dan akhlak.
Kesetiakawanan social
Kepekaan terhadap keadaan lingkungan, kehidupan anggota dan penderitaan orang lain, semangat rela berkorban untuk kepentingan orang lain anggota yang sangat memerlukan.
Keterbukaan
Sikap keterbukaan untuk menumbuhkan rasa memiliki, mawas diri merasa termotivasi, berpartisipasi dan rasa tanggung jawab diantara sesama anggota, sesama pengurus dan diantara anggota pengurus menumbuhkan kepercayaan, menghindarkan kecurigaan dan meningkatkan kepedulian. Keterbukaan adalah salah satu wujud kejujuran dan tegaknya keadilan.
Keterpaduan dan kemitraan
Sesama rekan seperjuangan sesama organisasi kemasyarakatan, sesama pengabdi masyarakat, bangsa dan negara dikembangkan sikap kemitraan yang saling menguntungkan, saling membantu, saling bekerja sama bahu membahu. Keterpaduan dengan berbagai dimensi kehidupan merupakan hal yang esensial untuk mewujudkan rasa kemitraan yang saling menunjang antara sesama anggota dan dengan pemerintah serta segenap lapisan masyarakat.
Demokrasi
Asas demokrasi yang berdasarkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila dan asas-asas universal, keadilan, kebenaran, dan kemanusiaan bebas berpendapat, bebas menyalurkan pendapat bebas membela dan mempertahankan hak asasi sendiri akan tetapi berkewajiban pula untuk menegakkan dan menghormati hak asasi orang lain.